PrismaTimes.com,Batam -- Dalam rangka menjajaki rencana penyediaan tenaga listrik
yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dari Indonesia ke Singapura
oleh PT. PLN (Persero), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) melakukan pembahasan
rencana dan strategi bersama PT. PLN (Persero), Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada Jumat,
(14/1/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut, Pamuji Lestari menekankan
bahwa KKP siap memberikan fasilitasi dan konsultasi perizinan
pemanfaatan ruang laut sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
“Kami siap mendukung dan tentunya ingin rencana dan strategi
yang telah disusun dalam sinergi penyediaan energi listrik ini dapat berjalan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Tari.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menyelenggarakan
pertemuan yang membahas pengaturan ekspor tenaga listrik dengan mengundang
Kementerian/Lembaga terkait serta badan usaha bidang ketenagalistrikan. Salah
satu hal yang perlu ditindaklanjuti adalah koordinasi lebih lanjut mengenai
penataan ruangnya dengan KKP. Atas dukungan KKP, Direktur Pembinaan Pengusahaan
Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari juga menyampaikan
apresiasi terhadap penyediaan tenaga listrik yang bersumber dari EBT ini.
PLN (Persero) merencanakan pembangunan sistem
ketenagalistrikan di wilayah Sumatera hingga mencapai target untuk siap
mengirimkan listrik ke luar negeri. Hal ini terungkap dalam penjelasan yang
disampaikan oleh Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem
Ketenagalistrikan PT. PLN (Persero) Edwin Nugraha Putra.
“Untuk interkoneksi Indonesia-Singapura, nantinya lokasi
gardu induk harus berada di pulau terdepan sebagai lokasi yang paling efektif
untuk koneksi dengan pembangkit pemasok EBT,” ungkap Edwin.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT. PLN Batam,
Nyoman S. Astawa menjelaskan latar belakang dan skema bisnis konsorsium serta
usulan landing station baru di Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Transmisi dari
wilayah Indonesia ke Singapura dibangun oleh PT. PLN dengan skema power
wheeling dan seluruh eksportir energi listrik ke Singapura dapat menggunakan
wilayah usaha PT. PLN.
“Dalam hal kesesuaian terhadap koridor kabel dan/atau pipa
bawah laut sebagaimana Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun
2021, lokasi landing station harus berada dalam wilayah teritorial Batam,
sehingga PT. PLN Batam mengusulkan lokasi di Pulau Lumba Besar untuk menjadi
landing station,” jelas Nyoman.
Berkaitan dengan lokasi interkoneksi dari Indonesia ke
Singapura yang melalui perairan Selat Singapura, Tari menerangkan saat ini
belum terdapat koridor kabel bawah laut yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan/atau Kabel
Bawah Laut, sehingga perlu meninjau rencana zonasi di perairan sekitar.
Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan
Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin kembali mengingatkan
bahwa pemanfaatan ruang laut Indonesia harus efektif dan efisien. Permintaan
energi dalam jumlah besar dari Singapura akan menarik kerja sama dari pelaku
usaha di sektor ketenagalistrikan. Doni juga menjelaskan sebagai negara yang
berbatasan langsung dengan Singapura, potensi perairan Indonesia untuk dilewati
kabel interkoneksi sangat besar.
“Perlu dipertimbangkan kerja sama antara pemrakarsa luar
negeri dengan (pelaku usaha) dalam negeri sehingga dapat ditentukan dan
digunakan satu koridor yang sama menuju Singapura,” sambungnya.
Pada akhir pertemuan, mewakili Direktorat Hukum dan
Perjanjian Kewilayahan, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
Kemlu, Ahmad Almaududy Amri menyampaikan bahwa mengacu pada the United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, negara pantai memiliki hak
penuh untuk menentukan kebijakan terhadap kabel yang masuk ke wilayahnya serta
memiliki hak untuk memberikan atau menolak izin. Selain batas wilayah
teritorial antara Indonesia dan Singapura, perlu diperhatikan juga mengenai
aspek keselamatan dan keamanan serta mempelajari ketentuan negara tujuan dalam
mengatur kabel bawah laut.
Sejalan dengan arah kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan
Sakti Wahyu Trenggono penataan ruang laut merupakan ‘panglima’ dalam
pembangunan seluruh sektor di laut. Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut akan
memberikan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat lokal, masyarakat
tradisional dan masyarakat pesisir, memberikan kepastian hukum, kepastian ruang
dan kepastian berusaha dan investasi bagi pengguna ruang laut, menjadi acuan
perolehan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta menjadi
strategi untuk menerapkan ekonomi biru dan menjadi alat kendali untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan.(Pt)
source: kkp.go.id