PrismaTimes.com,Jakarta -- Sudah satu tahun pandemi Covid-19
melanda dunia dan menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan seperti
putus sekolah, penurunan capaian belajar, kekerasan pada anak, dan risiko
eksternal lainnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, pada pengumuman Surat Keputusan Bersama
(SKB) Mendikbud, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes),
dan Menteri Agama (Menag) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa
Pandemi Covid-19, Selasa (30/3) menjelaskan bahwa prinsip yang menjadi pertimbangan
utama dalam penyelenggaraan pendidikan selama pandemi Covid-19 adalah kesehatan
dan keselamatan serta tumbuh kembang dan hak anak.
Mendikbud menyampaikan terima kasih
kepada warga satuan pendidikan yang terus bahu membahu memastikan prinsip
tersebut dijunjung di tengah begitu banyaknya tantangan. “Salah satu tantangan
terbesar adalah murid tidak bisa ke sekolah untuk berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya dan guru mereka. Manfaat pembelajaran tatap muka pada
kenyataannya memang sulit untuk digantikan dengan pembelajaran jarak jauh,”
terang Nadiem.
Untuk diketahui, Indonesia adalah
satu dari empat negara di kawasan timur Asia dan Pasifik yang belum melakukan
pembelajaran tatap muka secara penuh. Sementara 23 negara lainnya sudah. UNICEF
menyebut bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung
semakin tertinggal dan dampak terbesar dirasakan oleh anak-anak yang paling
termarjinalisasi.
“85% negara di Asia Timur dan
Pasifik telah melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Berdasarkan
kajian UNICEF, pemimpin dunia diimbau agar berupaya semaksimal mungkin agar
sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah yang masih tutup dapat
dibuka kembali,” ungkap Mendikbud.
Sejak Juli 2020, pemerintah telah
mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai bagian dari upaya menekan dampak
negatif yang berkepanjangan akibat tidak terjadinya pembelajaran tatap muka.
Kebijakan tersebut antara lain (1) SKB
Empat Menteri yang mengatur penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM)
dengan syarat hanya untuk zona hijau; (2) SKB Empat Menteri yang mengatur
penyelenggaraan PTM dengan syarat hanya untuk zona hijau dan kuning; serta (3)
penyesuaian SKB Empat Menteri yang memperbolehkan PTM bagi satuan pendidikan
yang memenuhi semua syarat berjenjang jika telah mendapat izin dari pemerintah
daerah, tanpa melihat zonasi.
SKB Empat Menteri tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 yang diumumkan Selasa
(30/3) menyatakan bahwa setelah pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di satuan
pendidikan divaksinasi Covid-19 secara lengkap, pemerintah pusat/pemerintah
daerah kantor/kantor wilayah Kemenag mewajibkan satuan pendidikan untuk (1)
memberikan layanan PTM terbatas; dan (2) memberikan layanan pembelajaran jarak
jauh (PJJ).
Namun demikian, satuan pendidikan
yang sudah ataupun dalam proses melakukan PTM terbatas walaupun PTK-nya belum
divaksinasi tetap diperbolehkan melakukan PTM terbatas selama mengikuti
protokol kesehatan dan sesuai izin pemerintah daerah.
Mendukung diterbitkannya SKB Empat
Menteri, Wakil Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian menyampaikan, “Pembelajaran
jarak jauh yang berkepanjangan sudah banyak dampak negatifnya. Antara lain,
kesenjangan hasil belajar, banyak anak-anak yang mulai putus sekolah, dimana
mereka bekerja atau menikah di usia dini”.
Senada dengan Hetifah, Wakil Ketua
Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mendukung untuk segera dilaksanakan PTM terbatas.
Dede Yusuf mengatakan, “proses belajar mengajar secara tatap muka menjadi
penting untuk menghindari learning loss. Kondisi ketika anak-anak kita akhirnya
lebih banyak bermain online, tidur di rumah atau hanya mendengarkan guru tanpa
memperhatikan harus kita hadapi dan harus kita ubah”.
The World Bank melansir, penutupan
sekolah di seluruh dunia diperkirakan dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan
seumur hidup dari generasi yang saat ini berada di usia sekolah sebesar paling
tidak US$10 triliun. World Health Organization juga menyatakan bahwa penutupan
sekolah memiliki dampak negatif bagi perkembangan kesehatan, pendidikan,
pendapatan keluarga, dan perekonomian secara keseluruhan.
Ketua Badan Musyawarah Perguruan
Swasta, Ki Saur Panjaitan, mengakui tujuan pendidikan akan sulit dicapai jika
pembelajaran tatap muka tidak segera dilakukan. “Kita khawatir sekali akan kehilangan
satu generasi. Pembelajaran tatap muka terbatas sebaiknya bisa kita jalankan
dengan mengedepankan protokol kesehatan,” pesannya.(Pt)
sumber:kemedikbud.go.id