PrismaTimes.com,Manggarai
Barat -- Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan bahwa
BLK Komunitas harus mampu mencetak tenaga kerja yang siap masuk ke pasar kerja,
baik di dalam maupun luar negeri. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, BLK
Komunitas harus melibatkan industri lokal, asosiasi industri, dan perusahaan
penempatan tenaga kerja luar negeri sejak proses perencanaan pembangunan BLK,
proses pelatihan, hingga pasca pelatihan.
Dita Indah Sari
mencontohkan dengan BLK Komunitas yang menggelar pelatihan sektor pariwisata.
Dalam mengembangkan SDM sektor pariwisata, BLK Komunitas harus menjalin
komunikasi dan kerja sama dengan asosiasi industri seperti PHRI (Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia), agar lulusan BLK Komunitas benar-benar memiliki
keterampilan yang dibutuhkan oleh industri pariwisata setempat.
“Kita harus bersinergi
antara pegiat pariwisata dan para praktisi pariwisata, asosiasi pariwisata
dalam hal ini PHRI serta dengan Pemerintah Daerah,” kata Dita dalam acara
Sosialisasi BLK Komunitas Bidang Wisata dan P3MI Wilayah Labuan Bajo di Labuan
Bajo, Manggarai Barat, NTT, hari Selasa (6/4/2021).
Selain asosiasi
industri setempat, kata Dita, pengembangan BLK Komunitas bidang pariwisata ini
juga dapat menjalin kerja sama dengan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
Indonesia (P3MI). Sehingga, pelatihan yang diselenggarakan tidak hanya sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja lokal, namun juga luar negeri.
Menurutnya,
dalam sektor pariwisata, ada 20 keterampilan yang beririsan dengan keterampilan
yang dibutuhkan oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI). Artinya, ketika BLK Komunitas
mampu menjadi kerja sama dengan PHRI dan P3MI, maka lulusan pelatihan dapat
bekerja di dalam maupun luar negeri.
“Asalkan ada
job order dari luar negeri dan ada standar yang bisa disesuaikan,” katanya.
Menurut Dita,
pelatihan bidang pariwisata di BLK Komunitas yang dikerjasamakan dengan
asosiasi industri lokal dan P3MI juga memiliki banyak keuntungan. Di antaranya
adalah penguatan softskill atau attitude yang sesuai dengan industri lokal dan
luar negeri.
“Karena kalau
punya attitude yang baik itu gampang dibentuk, daripada punya skill tapi
attitudenya buruk, itu susah dibentuk,” katanya.
Keuntungan
lainnya, BLK Komunitas dapat menjalin kerja sama pemagangan. Sehingga peserta
pelatihan dapat melihat dan merasakan langsung industri yang akan digeluti.
Selain itu,
dengan jalinan kerja sama, BLK Komunitas juga akan lebih mandiri dalam
menjalankan program pelatihan, meskipun tidak ada lagi anggran pelatihan dari
pemerintah.
“Kalau dia
punya mitra, entah itu P3MI, PJTKI, hotel atau asosiasi, dia akan tetap
operated meskipun tidak ada anggaran dari pemerintah, minimal dia bisa mandiri.
Itu output yang kita harapkan dari kerja sama ini,” ujarnya.
Pakar Pekerja
Migran Indonesia (PMI), Reyna Usman, mengatakan bahwa program BLK Komunitas
tidak hanya sekedar membangun secara fisik, tapi juga bisa meningkatkan akses
peningkatan keterampilan bagi masyarakat. “Kita ingin melakukan percepatan
tidak hanya kepada komunitas tetapi juga kepada pasar kerja yang ada di daerah
masing-masing,” katanya.
Ia menambahkan,
Labuan Bajo atau daerah NTT ini bisa diproyeksikan untuk daerah wisata super
prioritas. Untuk itu pelatihan jurusan wisata harus diarahkan lebih ke pasar
kerja.
"Saya
melihat jurusan pariwisata itu perlu lebih ke pasar kerja, jangan lulusan
pendidikan kita tidak diterima oleh pasar kerja," ucap Reyna Usman.(Pt)